Saya lagi senang-senangnya motret makanan nih. Jadi ketika beberapa waktu lalu komunitas Kompakers Makassar mengadakan workshop food photography bagi membernya, dengan segera saya join. Mendadak jadi anggota, apalah.. demi ilmu baru gak apa-apa kan?
Kebiasaan foto makanan atau minuman sebelum actually memakannya, sudah jadi kebiasaan banyak orang. Dengan berbagai tujuan, foto-foto tersebut kemudian diupload ke sosial media. Kebanyakan asal jepret, langsung upload. Yang penting ketahuan makan apa, dimana. Apakah itu sudah termasuk food photography?
Menurut kak Sandhy Geta, seorang food photographer handal di Makassar, food photography adalah salah satu bidang di commercial photography, khususnya still life. Hasil foto tersebut digunakan untuk berbagai macam keperluan seperti advertising, majalah atau menu.
Karena dimaksudkan untuk menerbitkan selera makan atau bikin ngiler orang yang melihatnya, maka food photography ini memerlukan beberapa persiapan sebelum pengambilan gambar. Sementara yang umum dilakukan oleh para social media freak sebenarnya dikategorikan sebagai food documentation dimana sebuah foto yang dalam pengambilannya tidak memerlukan sebuah persiapan khusus.
Sebenarnya kita bisa kok melompat naik ke kategori food photography. Tentunya ada berbagai persiapan khusus. Nah, jadi apa saja persiapan dalam food photography? Yuk kita cek bersama :
The Rule of Thirds mungkin merupakan prinsip yang paling terkenal dari komposisi fotografi. Prinsip dasar di balik aturan ini adalah menempatkan objek pada rasio sepertiga dan dua pertiga bagian layar.
Untuk lebih memudahkan penempatan objek, pilih menampilkan grid pada display kamera atau smartphone kita. Layar akan terbagi ke dalam 9 kotak, tiga horisontal dan tiga ruang vertikal. Dari ke 9 kotak itu kita memiliki pertemuan empat titik pada layar. Bagian paling menarik dari foto diletakkan tepat di salah satu empat titik, entah itu di bagian atas, bawah, kiri atau kanan.
Diagonal
Pada komposisi diagonal rule objek foto ditempatkan pada konsep garis diagonal dengan bantuan garis pada grid di layar smartphone atau view finder di kamera. Meski objek tidak harus ditempatkan selurus mungkin, bukan berarti kamera atau smartphone yang dimiringkan. Agar membentuk gambar yang diagonal, kita yang harus mengatur objek kita sesuai dengan diagonal frame di kamera kita.
Dead Centre
Ini dia teknik yang paling gampang dan mungkin paling sering diterapkan saat kita memotret makanan sebelum makan. Objek foto ditempatkan di tengah-tengah persinggungan garis yang membagi ke 4 bidang pada grid di layar smartphone.
Background yang kontras dengan warna makanan dapat pula membuat objek foto kita terlihat lebih menggiurkan. Coba deh perhatikan foto makanan oriental di menu-menu, iklan di media atau display billboard. Biasanya foto tersebut menggunakan background putih. Dengan warna putih sebagai background warna dari masakan oriental yang pada umumnya berwarna terang akan lebih menonjol.
Sementara untuk makanan berwarna pucat bisa diakali dengan latar belakang gelap dan tambahkan beberapa taburan maupun hiasan dengan warna warni agar makanan terlihat lebih segar.
Sebenarnya tidak perlu, kecuali kalau memang ingin benar-benar serius menggarap food photography ini sebagai lahan penghasilan. Basically, sebagai pemula menggunakan kamera smartphone pun boleh banget. Toh sekarang smartphone mempunyai kamera yang makin hari makin canggih. Meski kata kak Sandy ada satu smartphone yang kualitas fotonya setara dengan kamera dslr, saya sendiri percaya sebenarnya gak terlalu penting pake kamera atau smartphone apa. The most important thing is the man behind the camera.
Saya juga masih dalam taraf belajar. Hasil jepretan menggunakan smartphone itu saya upload di Instagram @vitamasli. Follow akunnya boleh kak.. :D
Hasil mengikuti workshop ini sudah saya terapkan meski kadang-kadang saya masih melanggar aturan juga sih (Well.. rules are made to be broken, right?). Kalau kamu mengikuti aturan dasar food photography atau mengikuti 'perasaan' saja? Share di kolom komentar yah..
Disclaimer : all food photos taken by @vitamasli
Kebiasaan foto makanan atau minuman sebelum actually memakannya, sudah jadi kebiasaan banyak orang. Dengan berbagai tujuan, foto-foto tersebut kemudian diupload ke sosial media. Kebanyakan asal jepret, langsung upload. Yang penting ketahuan makan apa, dimana. Apakah itu sudah termasuk food photography?
Menurut kak Sandhy Geta, seorang food photographer handal di Makassar, food photography adalah salah satu bidang di commercial photography, khususnya still life. Hasil foto tersebut digunakan untuk berbagai macam keperluan seperti advertising, majalah atau menu.
Food Photography vs Food Documentation
Karena dimaksudkan untuk menerbitkan selera makan atau bikin ngiler orang yang melihatnya, maka food photography ini memerlukan beberapa persiapan sebelum pengambilan gambar. Sementara yang umum dilakukan oleh para social media freak sebenarnya dikategorikan sebagai food documentation dimana sebuah foto yang dalam pengambilannya tidak memerlukan sebuah persiapan khusus.
Sebenarnya kita bisa kok melompat naik ke kategori food photography. Tentunya ada berbagai persiapan khusus. Nah, jadi apa saja persiapan dalam food photography? Yuk kita cek bersama :
1. Komposisi Pencahayaan
Ada dua jenis pencahayaan yang kerap digunakan dalam food photography, yaitu :
Available/Ambient light.
Memotret menggunakan available/ambient light menggunakan cahaya yang tersedia seperti cahaya matahari, bulan bahkan petir. Jika pemotretan dilakukan di dalam ruangan berarti kita memanfaatkan cahaya yang ada pada ruangan itu (room light).
Tempatkan media, objek dan property foto di dekat jendela dimana cahaya tidak langsung menyinari. Pastikan untuk mematikan setiap lampu dekat atau lampu di atas kepala jika kita hanya ingin sinar matahari, tidak ada pencampuran di lampu buatan.
Penggunaan cahaya yang tersedia adalah tantangan tersendiri bagi fotografer. Penerangan dalam ruangan yang mengandalkan cahaya matahari, misalnya, mungkin memerlukan penggunaan warna atau reflektor untuk memanipulasi cahaya. Tips paling gampang sebenarnya objek yang difoto ditempatkan di dekat jendela dan siapkan reflektor agar cahaya bisa menyebar.
Pada workshop food photography bersama Kompakers Makassar hari itu, kami menggunakan alas kue segiempat berlapis kertas silver sebagai reflektor. Cukup mudah didapatkan walaupun agak rempong kita bawa kemana-mana, apalagi kalau lagi hang out di kafe dan pengen motret makanannya. Triknya bisa menggunakan kertas roti, kertas kalkir atau kertas putih lainnya yang tidak terlalu tebal. Selain itu kain putih tipis, atau bahkan serbet besar terbuat dari linen/katun putih juga bisa dicoba untuk digunakan sebagai reflektor.
Artificial Light
Jenis pencahayaan ini menggunakan penerangan buatan seperti flash pada kamera/smartphone atau lampu studio. Untuk menunjang memanipulasi cahaya ada tambahan alat yang lebih kompleks seperti softbox, octabox, diffuser dan sebagainya.
Untuk food photography professional pasti lebih banyak printilannya dibanding food photography pemula. Sebagai pemula biasanya lebih mengandalkan available/ambient light. Meski begitu jika ingin menggunakan artificial light, lampu meja belajar pun sebenarnya bisa digunakan sebagai pengganti lampu studio.
The Rule of Thirds
Available/Ambient light.
Memotret menggunakan available/ambient light menggunakan cahaya yang tersedia seperti cahaya matahari, bulan bahkan petir. Jika pemotretan dilakukan di dalam ruangan berarti kita memanfaatkan cahaya yang ada pada ruangan itu (room light).
Tempatkan media, objek dan property foto di dekat jendela dimana cahaya tidak langsung menyinari. Pastikan untuk mematikan setiap lampu dekat atau lampu di atas kepala jika kita hanya ingin sinar matahari, tidak ada pencampuran di lampu buatan.
Penggunaan cahaya yang tersedia adalah tantangan tersendiri bagi fotografer. Penerangan dalam ruangan yang mengandalkan cahaya matahari, misalnya, mungkin memerlukan penggunaan warna atau reflektor untuk memanipulasi cahaya. Tips paling gampang sebenarnya objek yang difoto ditempatkan di dekat jendela dan siapkan reflektor agar cahaya bisa menyebar.
Pada workshop food photography bersama Kompakers Makassar hari itu, kami menggunakan alas kue segiempat berlapis kertas silver sebagai reflektor. Cukup mudah didapatkan walaupun agak rempong kita bawa kemana-mana, apalagi kalau lagi hang out di kafe dan pengen motret makanannya. Triknya bisa menggunakan kertas roti, kertas kalkir atau kertas putih lainnya yang tidak terlalu tebal. Selain itu kain putih tipis, atau bahkan serbet besar terbuat dari linen/katun putih juga bisa dicoba untuk digunakan sebagai reflektor.
Artificial Light
Jenis pencahayaan ini menggunakan penerangan buatan seperti flash pada kamera/smartphone atau lampu studio. Untuk menunjang memanipulasi cahaya ada tambahan alat yang lebih kompleks seperti softbox, octabox, diffuser dan sebagainya.
Untuk food photography professional pasti lebih banyak printilannya dibanding food photography pemula. Sebagai pemula biasanya lebih mengandalkan available/ambient light. Meski begitu jika ingin menggunakan artificial light, lampu meja belajar pun sebenarnya bisa digunakan sebagai pengganti lampu studio.
2. Komposisi Gambar
Selain pencahayaan, hal penting lainnya dalam food photography adalah komposisi gambar. Tujuannya tentu agar makanan atau minuman yang ditampilkan pada foto tidak saja terlihat menarik tapi juga menggiurkan. Ada tiga jenis komposisi gambar yang perlu diketahui :The Rule of Thirds
The Rule of Thirds mungkin merupakan prinsip yang paling terkenal dari komposisi fotografi. Prinsip dasar di balik aturan ini adalah menempatkan objek pada rasio sepertiga dan dua pertiga bagian layar.
Untuk lebih memudahkan penempatan objek, pilih menampilkan grid pada display kamera atau smartphone kita. Layar akan terbagi ke dalam 9 kotak, tiga horisontal dan tiga ruang vertikal. Dari ke 9 kotak itu kita memiliki pertemuan empat titik pada layar. Bagian paling menarik dari foto diletakkan tepat di salah satu empat titik, entah itu di bagian atas, bawah, kiri atau kanan.
Diagonal
Pada komposisi diagonal rule objek foto ditempatkan pada konsep garis diagonal dengan bantuan garis pada grid di layar smartphone atau view finder di kamera. Meski objek tidak harus ditempatkan selurus mungkin, bukan berarti kamera atau smartphone yang dimiringkan. Agar membentuk gambar yang diagonal, kita yang harus mengatur objek kita sesuai dengan diagonal frame di kamera kita.
Dead Centre
Ini dia teknik yang paling gampang dan mungkin paling sering diterapkan saat kita memotret makanan sebelum makan. Objek foto ditempatkan di tengah-tengah persinggungan garis yang membagi ke 4 bidang pada grid di layar smartphone.
3. Background
Background bisa mempercantik sebuah foto tapi juga bisa mengalihkan perhatian pada objek sebenarnya. Gunakan background yang sederhana dan tidak terlalu mencolok, sehingga perhatian orang yang melihat foto kita tetap terfokus pada objek foto.Background yang kontras dengan warna makanan dapat pula membuat objek foto kita terlihat lebih menggiurkan. Coba deh perhatikan foto makanan oriental di menu-menu, iklan di media atau display billboard. Biasanya foto tersebut menggunakan background putih. Dengan warna putih sebagai background warna dari masakan oriental yang pada umumnya berwarna terang akan lebih menonjol.
Sementara untuk makanan berwarna pucat bisa diakali dengan latar belakang gelap dan tambahkan beberapa taburan maupun hiasan dengan warna warni agar makanan terlihat lebih segar.
Kamera
Setelah membeberkan aturan dasar dari food photography, lalu muncul pertanyaan di sesi tanya jawab. Haruskah menggunakan kamera dslr atau mirrorless untuk pengambilan gambar pada food photography ?Sebenarnya tidak perlu, kecuali kalau memang ingin benar-benar serius menggarap food photography ini sebagai lahan penghasilan. Basically, sebagai pemula menggunakan kamera smartphone pun boleh banget. Toh sekarang smartphone mempunyai kamera yang makin hari makin canggih. Meski kata kak Sandy ada satu smartphone yang kualitas fotonya setara dengan kamera dslr, saya sendiri percaya sebenarnya gak terlalu penting pake kamera atau smartphone apa. The most important thing is the man behind the camera.
Practice Makes Perfect
Saya percaya foto adalah sebuah seni, dan seni itu tidak bergantung hanya pada kecanggihan alat tapi lebih kepada yang menggunakan alat tersebut. Secanggih apapun kameranya kalau yang menggunakan tidak mengerti kegunaan fitur-fitur yang ada atau tidak punya sense of photography akan percuma juga. Untuk mengasah seni fotografi yang kita miliki, kita tetap harus berlatih. Bener kan?Saya juga masih dalam taraf belajar. Hasil jepretan menggunakan smartphone itu saya upload di Instagram @vitamasli. Follow akunnya boleh kak.. :D
Disclaimer : all food photos taken by @vitamasli
kalo fotonya bagus bikin makanannya jadi lebih menggiurkan ya :D
BalasHapusBener mas. Memang perlu usaha dikit, tapi hasilnya kan jadi lebih bagus.
HapusWah, profesi yang satu ini lumayan keren juga.
BalasHapusSilahkan loh kalau pengen dicoba..
HapusAku suka sekali poto-potonya keren. Mungkin dengan seringnya berlatih membuat kita makin ahli ya mba :)
BalasHapusPractice makes perfect, mengasah sense of art juga. Tsaaah.. hehehehe
HapusJadi sadar.. Saya baru sebatas food documentation.. :(
BalasHapusYuk mas.. dipelajari.
HapusKayaknya masih level food documentation deh, walaupun persiapannya banyak juga kalau mau foto makanan, tapiii... ya emang masih di level itu kali yah? hehe
BalasHapusAyo.. diasah lagi. Pisaaaauuu kali ah! HAhahaha
HapusSaya lagi pengen belajar tentang food photography ni. Mekasih infonya
BalasHapusSama-sama. Semoga berguna.
HapusMenarik nih. Kapan-kapan belajar sama kak vita deh caranya biar lebih kekinian lagi dalam dunia food fotography. Blogger juga kan harus tahu dasar-dasarnya yang seperti ini.
BalasHapusBlog butuh foto untuk pelengkap tulisan. Sebaik-baiknya foto adalah foto hasil jepretan sendiri gak boleh asal comot dari internet. Karena ada foto-foto yang tidak free license. Bisa disuruh bayar kita.
HapusKalo kak Vita sendiri pengambilan foto biasanya pakai kamera apa kak? :)
BalasHapusKamera smartphone 13mpx.
HapusKalau pakai flash dengan smartphone(Samsung 5MP) hasilnya kok malah jelek putih semua solusinya gimana ya mbak apa harus pakai lampu tambahan dan perlu nggak pakai fitur makro
BalasHapusIndoor? Kalau cahayanya cukup, gak usah pake flash. Gak usah pake fitur makro, kan ada fitur auto focus. Didekatkan ke objek juga ngatur sendiri, kok.
Hapusaku salah satu yang suka jeprat-jepret makanan. tapi sejauh ini masih asal jepret tanpa mengikuti rules tertentu. jadi aku tergolong food documentation juga nih berarti :D
BalasHapussalam kenal mbak Vita :)
Salam kenal kembali. Semoga berguna ya.
HapusBagus foto2nya. Saya masih harus banyak belajar nih, kalau moto makanan masih suka aneh & gak memuaskan :D.
BalasHapusTerima kasih mba Euisry. Banyak latihan dan banyak baca tips dari food photographer bisa membantu mba. Good luck ya.
HapusWah, baru tau saya perbedaan food documentation dan food photography. Jadi selama ini saya salah kaprah. Terimakasih infonya ya mbak.
BalasHapusSama-sama mba Ratna.
HapusThank's buat ilmunya mbak.
BalasHapusBaru nyadar kalo selama ini saya cuma asal jepret by feeling aja.
Karena sudah kebiasaan, akhirnya setiap kali coba jajanan baru, saya reflek jeprat-jepret dulu.
Saya juga begitu kok, mba awalnya. Cuma kalau pengen lebih serius persiapannya ternyata banyak juga.
HapusFoto2nya Vita makin keren.
BalasHapusKalo pake lampu belajar, bagaimana jarak minimalnya ke objek?
Thanks kak Niar. Saya dak pernah pake penggaris mengukurnya, hehehe. Pake perasaan aja. Dijepret dulu satu dua kali. Lihat hasilnya. Kalau kurang memuaskan coba lagi. Kadang-kadang prosesnya memang lama. Jadi kalau mau motret sesuatu yang cepat meleleh perlu trik khusus lainnya.
HapusAduh mbak vitaaa... foto2nya bikin ngiler...
BalasHapusterimakaasih juga tips2nya ya mbak
mudah dimengerti, bahkan oleh newbie spti saya :)
smg bisa praktek dg baik ya...
keep blogging, keep sharing mbak vita
Terima kasih mba Emanuella. Sering-sering mampir lagi yah..
Hapusahhh, jadi paham bedanya food documentation dan food photography, kalau asal foto baru dokumentasi namanya ya. Tapi kalo dipersiapkan dg matang plus macem2 property, masuknya udah food photoraphy yaa?
BalasHapusTergantung hasil fotonya juga sih, hahaha..
Hapuskeceee..
BalasHapusdulu waktu pk smartphone yang lama photo makananku lebih cling drpd yg sekarang euy..
ada plus minusnya sih yg maisng2 smartphone
Bener. Tergantung dari lensa dari kamera yang dipakai.
Hapushalo mba vita, salam kenal ^^
BalasHapusternyata kompakers juga yah mba :D
kalo boleh tau, smartphone yg setara dslr itu apa mba?
Waahh salam kompakers kalo gitu :D
HapusKata mas Sandhy Geta sih, Samsung Galaxy Note 5 dan Huawei G8.
salam kompakers juga mba vit ^^
Hapuswahh... dari segi harga juga lumayan yah itu..
mba vit sendiri pake apa buat motretnya?
Ada satu dua yang diambil dengan kamera dari Samsung Galaxy Note 5 dan Samsung Galaxy S7 Edge. Tapi basically saya selalu memotret dengan menggunakan Samsung Galaxy A5. Kalau boleh tahu Mba Hulya pake kamera apa?
Hapuspake LG L70 mba vit...
Hapusini rencana mau upgrade tools, tapi masih nyari2 dulu yg sesuai budget.. hehe.
btw, panggil hulya aja mba :)
Coba baca postingan terbaruku deh. Siapa tahu bisa membantu.
HapusTerima kasih pencerahannya Mba Vita,,
BalasHapusapa yang ditulis di sini bener bangeeeet.
BalasHapussaya suka banget fotoin makanan dan lagi berusaha jadi food blogger (kece).
paling lupa tuh kalau mau bikin reflektor pas kuliner..
sampai kahirnya ga pernah dilakuin, dan hasil kadang kurang ternag disatu sisi huhuhu.
Bisa diakalin dengan cari posisi dekat jendela atau dibawah lampu.
HapusMau tanya dong mba...Kira2 punya informasi gak untuk workshop fotografi makanan di tahun 2017 nanti? wilayah jabodetabek lah..
BalasHapustrims
Kalau itu aku kurang tahu juga ya. Coba aja sering-sering cek IG kompakers jakarta dan sekitarnya. Mudah2an jawaban ini bisa membantu. Trims sudah mampir.
Hapusterima kasih atas ilmunya semoga berkah dunia akhirat aamiin
BalasHapus