Laporkan Penyalahgunaan

Featured Post

Tags

Categories

ABOUT ME

I could look back at my life and get a good story out of it. It's a picture of somebody trying to figure things out.

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Template

Facebook

Most Popular

Langsung ke konten utama

Destination Anywhere : A Journey to Foreign Land


Setiap tahun,walaupun hanya sekali,saya selalu menyempatkan diri untuk bepergian ke daerah lain. Istilah kerennya : Traveling. Entah itu disela tugas kantor (sekalian nebeng tiket pesawat) atau beneran nyuri waktu libur kejepit nasional. Saya jarang minta cuti. Bukan karena saya pekerja keras. Ini lebih karena saya selalu ketiban pekerjaan yang katanya sih : you-are-the-key-of-this-work. Pfft, semacam juru kunci aja.. 

Eniwei, tahun ini saya sudah butek banget di kantor. Bayangan traveling ke suatu tempat yang ingin saya kunjungi pun makin menari-nari di kepala. Daun-daun bersemu merah di musim gugur, salju berjatuhan di musim dingin dan bunga berwarna-warni di musim semi selalu membuat saya bersemangat untuk datang ke negeri itu... KOREA.. Hahaha.. iyah, saya pengen banget kesana. 

Usut punya usut, selain passport yang harus disiapkan adalah Visa. Setelah tanya sana sini pada teman yang sudah pernah ke sana sampai bertanya pada petugas KTO ( Korea Tourism Organization) persyaratan agar visa disetujui itu lumayan banyak juga. Ada satu hal yang bikin agak keder walaupun ini tidak tertulis secara resmi. Visa akan lebih mudah disetujui jika yang mengajukan sudah pernah ke luar negeri dan kembali ke negeri asalnya. Ini barangkali langkah antisipasi pemerintah Korea pada kemungkinan imigran gelap dibalik Visa tourist.  Jika belum pernah sekalipun ke luar negeri sebaiknya mengikuti program tour saja. Padahal saya sebagai tipe traveler bebas gak pernah kepikiran untuk ikut tour. Selain perjalanan akan sangat terjadwal,harga paket tour pun perasaan gak ada yang murah. Untuk saya yang pencinta gratisan ini, harga itu penting cyn..  :) 

Akhirnya karena tak kunjung memenangkan kontes manapun yang berhadiah jalan-jalan ke Korea, saya memutuskan untuk mengikuti saran yang pertama. Demi visa dipermudah, saya perlu mengumpulkan paling tidak dua stempel imigrasi di passport saya. Tapi kemana? 

"Timor Leste aja. Itu juga sudah ke luar negeri loh.. ,"usul seorang teman meledek. 

Tawaran yang menarik sebenarnya.. tapi sepertinya itu juga butuh visa dan saya gak mau cari susah. Vacation is supposed to be fun, apalagi untuk ukuran tingkat kestressan dan kejenuhan yang saya alami di kantor. Oh i need more than fun! 
                            It's about the journey, not the destination.. 
Dari mention-mentionan di twitter muncullah beberapa opsi dan teman seperjalanan yang siap jalan bersama. Salah seorang teman dari kantor lama,namanyanya Nancy menawari jalan bareng ke Lego Land di Johor Bahru. Malaysia adalah satu negara yang gak pernah masuk dalam list "must-go-to" saya. Entahlah. Menurutku walaupun tagline mereka "Truly Asia" tetap saja Indonesia jauh lebih menarik. "Ayolah.Sekalian nganterin teman-teman kuliah ngubek-ngubek Kuala Lumpur. Ada yang passportnya masih perawan, belum punya stempel. Ikut aja yuk sekalian!"Bujuk Nancy. Dia yang sudah beberapa kali ngider-ngider di KL pun gak keberatan dijadikan guide dadakan sampai ngurus akomodasi. Akhirnya saya pun setuju. Toh bukan masalah dimana tujuannya, ini tentang perjalanannya. Lalu kemudian saya terpikirkan satu hal. 

"Singapore kan deket tuh, bisa sekalian nyebrang gak?"pikiran saya sepolos orang yang pengen menenangga ke rumah sebelah. Sayangnya jadwal cuti teman saya itu mepet habis. Dia merasa tiga hari itu pun sebenarnya gak bakal puas mengeksplore Kuala Lumpur dan tempat-tempat sekitarnya apalagi jika ditambah nyebrang ke Singapore. Jadilah saya dan dia tidak berjodoh.

Pada akhirnya saya "jadian" dengan seorang teman dari kantor pusat. Dia dulu teman sekamar sewaktu Prajabatan bahkan sempat sekamar juga saat trip ke Bandung. Sebenarnya dia sudah dua kali ke Singapore tapi belum sekalipun ke Malaysia. Mengeksplore negeri Upin-Ipin sudah jadi salah satu wishlistnya. Selain karena penasaran sekali ingin berfoto di depan patung Shiwa di Batu Cave. "Buat nandingin calon iparku,"alasannya, dia juga ingin menjelajahi kota Melaka. Sementara saya penasaran banget dengan kota tua Georgetown di Penang, terutama dengan duren dan kulinernya yang katanya sedap dan murah-murah. Akhirnya kami memutuskan akan mengunjungi Kuala Lumpur,Melaka, Penang dan Singapore. Pertanyaannya sekarang, gaya traveling apa yang akan dipilih? Ala backpack atau koper? 

***

Salah satu hal yang menarik dalam traveling tanpa paket tour adalah : MEMPERSIAPKAN SEGALA SESUATU SENDIRI. Mulai dari passport, rute perjalanan, transportasi hingga akomodasi. Setelah urusan passport selesai saatnya menentukan pilihan perjalanan ini akan menggunakan mode apa : Backpack atau Koper? Ini untuk memudahkan  pemilihan moda transportasi dan akomodasi agar itinerary dan rencana-rencana lain sudah bisa diatur sebelum berangkat. Selain itu juga memudahkan perhitungan budget selama bepergian. 

Awalnya kami memutuskan untuk menggunakan mode yang pertama: Backpacking. Saat penyusunan rencana kami berdua menyadari bahwa kami bukanlah backpacker sejati. Kami mungkin lebih tepat disebut backpacker manja. Seperti kebanyakan backpacker, harusnya kami memilih tinggal di hostel daripada di hotel. Teman seperjalanan merasa kurang nyaman dengan shared bathroom. Memang ada hostel yang menyediakan kamar dengan kamar mandi dalam. Namun setelah membandingkan harga dengan hotel bintang tiga yang beda tipis, kami pun sepakat untuk menginap di hotel. 

Banyak kepala memang banyak maunya. Saya pun juga punya hal tertentu yang selalu saya terapkan di setiap traveling : MENCOBA MODA TRANSPORTASI UMUM. Mungkin ada yang berpikir,"Jangan kek orang susah dong.Masa liburan pake transportasi umum." Ya terserah gimana kategori orang susah yang ada dalam standar anda. Bagi saya naik kendaraan umum selain bisa menikmati suasana kota, saya juga bisa merasakan (sedikit banyak) menjadi penduduk lokal. Apalagi di negara yang jalur transportasi umumnya sudah teratur dan nyaman, gak ada salahnya kan? 

Memang liburan bareng teman harus direncanakan secara hati-hati. Kami berdua menyusun rencana dari bulan February dan gak kelar-kelar juga hingga beberapa hari sebelum keberangkatan. Planning A sampai F pun sempat dibuat. Mau saya apa, mau dia apa semuanya dimix and match. Kami pun berbagi tugas. Berhubung teman seperjalanan saya ini cukup sibuk dia menyerahkan urusan pembookingan tiket transportasi dan akomodasi pada saya. Sementara tugas membuat itinerary sedetil-detilnya saya serahkan pada dia sesuai dengan rute garis besar yang sudah kami sepakati bersama. Berhubung kami berada di dua pulau yang berbeda, TM, Kakaotalk dan DM Twitter menjadi media kami berkomunikasi. Bongkar pasang rute,jadwal dan rencana lainnya sudah seperti makanan ringan sehari-hari di sela kerja dan waktu luang. Gak apa-apa deh. Daripada rempong di negeri orang mending rempong dikit di negeri sendiri. Apalagi bagi saya yang pada dasarnya perfectionist dan plin-plan. Akhirnya sempat suatu kali saya yang sudah bosen nyari hotel yang pas bagi kedua belah pihak berseteru dengan teman yang sudah bosen karena saya kelamaan menentukan pilihan. Memang gak ada yang sempurna di dunia ini. Tapi paling tidak saya gak mau salah satu diantara kami menyesali keputusan yang diambil. Itulah salah satu resiko menyusun perjalanan sendiri. It's rempong..but actually it's kinda fun :) 

***

Rempong-rempongnya nyusun jadwal sudah dilewati. Tiket pesawat, bus malam hingga kereta api sudah di booking. Hotel sudah dipilih. Saatnya mengajukan permohonan cuti. Bagi saya ini bukan perkara mudah. Entah kenapa saya selalu di anak-tiri kan jika berkaitan dengan "bebas tugas" alias libur. Belum juga surat cuti diajukan sudah mulai berhembus omongan miring saya akan berangkat ke Korea untuk liburan. "Pasukan Mau Tahu" dan "Rombongan Si Sirik" pun mulai beraksi. Sepertinya itu menjadi dosa besar jika saya mengajukan cuti. Tak mengapa, gosip-gosip mereka saya amini dalam hati. Who knows diijabah dan saya beneran bisa liburan ke Korea suatu hari nanti. 

Namun sebelas hari sebelum keberangkatan sebelum saya memasukkan surat permohonan cuti,sesuatu terjadi. Bapak yang belakang sering tampak lebih cepat lelah dari biasanya tiba-tiba jatuh sakit. Stroke ringan. Begitu vonis dokter. Walaupun masih ada embel-embel "ringan", tetap saja itu stroke dan karenanya Bapak harus dirawat di rumah sakit. Mendadak semangat liburan saya lenyap melihat kondisi Bapak. Sejak Mama meninggal, beliau menjadi satu satunya pegangan pertahanan bagi saya. Melihatnya terbaring lemah dan tidak sebugar dahulu membuat saya mau tak mau harus memikirkan kembali tentang traveling ini. Semuanya sudah diatur, semuanya sudah di pesan dan jumlahnya lumayan bagi saya. Rasanya sayang untuk membatalkannya namun tak bisa dibandingkan dengan rasa sayang saya pada Bapak. Saya tidak mau beliau seperti itu.  Bukan demi liburan, namun lebih karena saya ingin dia sehat dan kembali bugar seperti dahulu. 

Hari berganti hari. Saya menunda dan terus menunda untuk mengambil keputusan pembatalan perjalanan ini. Ada keyakinan semua akan baik-baik saja. Harapan itu saya pupuk terus dalam doa dan kepasrahan. Jika memang trip ini dibatalkan saya tetap akan mengajukan cuti di kantor agar bisa lebih konsen merawat Bapak. Disaat saya sudah pasrah sepasrahnya, Allah memberi anugerah kesehatan pada Bapak saya. Kondisinya berangsur membaik, infus yang kerap menempel di tangannya di lepas.Beberapa hari setelahnya ,sehari sebelum tanggal keberangkatan, dokter mengijinkan Bapak pulang. Alhamdulilah. Memang cara berjalan Bapak saat itu tidak segagah yang dulu lagi, namun kondisinya masih jauh lebih baik sebelum beliau masuk rumah sakit. Lebih senangnya lagi adalah Bapak mengijinkan saya untuk pergi. Ah, leganya! Restu dari orangtua adalah modal spiritual dalam memulai perjalanan bukan? 

Saya pun mengabari teman seperjalan yang menyambut dengan sukacita. Setelah menyiapkan segala sesuatu untuk Bapak di rumah dan serah terima tanggung jawab dengan saudara yang lain, saya mulai menukar Rupiah ke mata uang yang berlaku di dua negara tersebut. Jumlahnya memang tidak banyak. Toh niatan saya  ini bukan shopping traveling. It's sightseeing traveling. Yang saya beli pengalaman bukan belanjaan. Jikapun ada yang saya beli, itu bukan sesuatu yang besar dan membuat saya harus nambah bagasi. Pengalaman sejak jaman kapan tahu, biasanya saya berangkat dengan 1 koper atau backpack dan pulang dengan tambahan 1 travel bag lainnya. Tas saya beranak, amazing!! 

Kali ini saya berniat untuk light traveling. Trip 6 hari 5 malam ini harus gak boleh melewati batas 7 kg pulang pergi dengan hanya sebuah backpack. Saya mulai memilah-milah apa yang penting saya bawa. Agak susah juga. Apalagi mengingat sejak Bapak dirawat di rumah sakit saya otomatis tidak sempat do the laundry. Jadi saya pun tidak bisa banyak memilih koleksi pakaian. Apa yang tersisa di lemari dan sekiranya cukup nyaman saya pakai itu yang saya pilih.  Dengan kondisi bakal lebih banyak di jalan dibandingkan di hotel (yeah,tentu saja! list tempat pariwasata wajib kunjung kami panjang banget) satu hari harusnya satu baju saja. Saya pun memilih celana model kargo dengan banyak saku agar barang seperti ipod,beberapa lembar uang bahkan passport bisa saya simpan disana. Saya tak ingin hal buruk terjadi. But in case ada yang nekat menyambar tas selempang saya, paling yang dia temukan hanya botol minum, recehan dan buku catatan. Hehehe.. 

Saya tak ingin memberatkan pundak saya. Medan yang saya pilih tidak mudah. Saya harus mengejar pesawat pagi di pagi buta, berganti pesawat di kota berikutnya, naik MRT, bus hingga kereta malam akan saya jabanin. Kecepatan sekaligus kenyamanan menjadi hal yang saya bold dan underline-kan. Namun begitu saya sadar diri. Saya  akan mengunjungi negara yang tingkat "memandang-sebelah-mata-pada-orang-Indonesia-karena-sering-dianggap-imigran-illegal" cukup tinggi. Saya gak mau kelihatan kucel apalagi sampai merana dan nelangsa. Menurut beberapa kisah yang saya baca seringkali pakcik-pakcik negera sebelah itu bersikap kurang ramah pada backpackers Indonesia. Bahkan sampai diminta untuk memperlihatkan passport segala di tengah ramainya kota. Mereka mungkin berpikir, jika tampangnya dekil berarti imigran gelap yang cari pekerjaan di negeri mereka. Idih, apaan! Emang situ kerennya kek Shahruk Khan? 

***

Menyusun itinerary, mempersiapkan budget dan berkemas sudah dilakukan. Di pagi buta yang dingin saya mengangkat backpack saya. Rasa kantuk karena hanya sempat tidur dua jam (saking takutnya kebablasan hingga ketinggalan pesawat) terhapus dengan perasaan excited. Liburan di depan mata. Traveling lagi. Melihat hal yang baru lagi. Bertemu dengan orang baru. Meninggalkan hal-hal monoton dan berharap menemukan sesuatu yang menyenangkan di dalam perjalanan. Rasa takut karena naik taksi di pukul tiga pagi ke bandara pun saya tepis jauh-jauh. Dengan restu orang tua dan doa yang tak bertepi, saya menutup pintu taksi pagi itu. Bismillah.. Lets the journey begins... 

**** 

Komentar

  1. Pasukan Mau Tahu dan Rombongan Si Sirik hahahahaha kocak lo mba..tapi rahasia niat gw ke batu cave lo bongkar juga..tega LOL

    BalasHapus
  2. tapi aku gak sebut nama kan siapa teman travelingku... hihihihiih

    BalasHapus
  3. Lucunya itu Pasukan Mau Tahu, hahahaha...

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan share postingan ini jika suka, tapi.. jangan dicopas ya. Semua komentar dimoderisasi terlebih dahulu. Komen dengan link hidup, mohon maaf tidak saya approve. A happy reader is one of my excitement of being blogger. Terima kasih sudah berkunjung.